SARUMPUNNEWS.COM – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Supardi menerima audiensi jajaran Perhimpunan Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik, Senin (8/1/2024). Audiensi digelar terkait kisruh ‘KI Sumbar dibekukan’ oleh Pemerintah Provinsi Sumbar melalui SK Gubernur yang menetapkan tidak diperpanjangnya masa jabatan anggota KI Sumbar, terbit baru-baru ini.
“Kita menilai masalah KI ini perlu diklarifikasi,” sebut Ketua DPRD Sumbar Supardi, didampingi Wakil Ketua, Irsyad Safar, dan Sekwan Raflis serta Kabag Zardi Syahrir DNA Kasubag Humas Dahrul Idris, Senin (8/1/2024) di Ruang Khusus I DPRD Sumbar.
Sebelumnya, Ketua PJKIP Sumbar Almudazir menekankan, SK Gubernur tersebut memang sangat mengejutkan PJKIP Sumbar. Meskipun tidak ada bahasa ‘membekukan’, namun dengan SK tersebut berarti tidak ada keberadaan para komisioner di KI Sumbar saat ini, dan sangat tidak mungkin sebuah Komisi Informasi ada tanpa komisioner di dalamnya.
“Di provinsi lain bahkan ada perpanjangan itu sampai dua tahun. Keberadaan KI adalah dengan adanya komisioner. Oleh karena kondisi ini, kami melihat sangat perlu melakukan audiensi dengan Ketua. Bagaimanapun, kami sangat mengharapkan persoalan ini bisa selesai secepatnya,” ujar Almudazir.
Disampaikan, kisruh KI Sumbar ini bahkan sudah dibahas di ranah komisioner KI secara nasional.
“Kabarnya, KI Pusat akan menggelar rapat khusus soal KI Sumbar ini,” tambah Almudazir.
Merespon apa yang disampaikan Ketua PJKIP Sumbar, Ketua DPRD Supardi menguraikan, sejak awal, pihaknya telah menerima rekap penilaian psikotes dan wawancara, dengan isi 15 nama orang calon yang mengikut seleksi komisioner KI Sumbar. Nama-nama itu kemudian diserahkan ke Komisi I untuk segera dibahas.
“Kita minta dari Komisi I segera memproses. Dalam perjalanan, karena akhir tahun, Komisi I baru bisa melaksanakan pembahasan di Januari (tahun lalu). Hasil dari rekomendasi Komisi I pada Pimpinan sudah kami terima. Kewenangan di DPRD hanya seleksi uji kepatutan dan kelayakan. Di luar itu tidak. Kepatutan dan Kelayakan ini sifatnya Wawancara dan Tertulis. Dari itu semua, harus berdasarkan rangking. Rangking ini, yg kamu tafsirkan, adalah nilai. Kalau tidak ada nilai, tidak ada rangking. Dalam proses perjalanan, terjadi perdebatan internal, dan sebagainya, sehingga Komisi I tidak bisa mengantarkan nilai pada Pimpinan. Mati bola ketika itu,” rinci Supardi menjelaskan kronologi andil DPRD Sumbar dalam penyeleksian Komisioner KI Sumbar.
Diakui, Komisi I sudah minta semacam petunjuk pada KI Pusat, bagaimana aturannya penilaian itu. Ternyata dalam konsultasi tersebut, belum ada pegangan untuk DPRD Sumbar dalam memutuskan.
“Kita sudah minta langsung pada KI Pusat, mengenai apa yang harus dilakukan. Ini kita tunggu balasan surat yang kita sampaikan. Meskipun KI Sumbar diperpanjang, kan KI Sumbar tetap bekerja. Aba banyak sengketa informasi, seperti sengketa RS Achmad Mochtar, sengketa BPN di berbagai daerah, sengketa yang akan diregister, dan lainnya,” ujar Supardi.
Dilanjutkan, pada 15 Desember, pimpinan DPRD sudah panggil Kadis Kominfo, Siti Aisyah, dan menyampaikan bahwa DPRD tengah menunggu balasan surat dari KI Pusat.
“Jika ada surat dari KI Pusat, jam 10 sampainya ke ruangan saya, jam 11 langsung saya buatkan surat ke gubernur. Kita sangat berkomitmen dalam keterbukaan informasi publik,” ujar Supardi, peraih Anugerah Tokoh Keterbukaan Informasi Publik 2022 lalu.
Sementara, anggota PJKIP Sumbar, yang juga mantan Komisioner KI Sumbar dua periode, Adrian Tuswandi, tegas mengatakan bahwa dirinya menginterpretasi SK ini membubarkan KI Sumbar. KI Sumbar ada karena komisionernya.
“Ini tidak tipikal Gubernur. Saya yakin, Gubernur tidak menerima saja. Gubernur dan Ketua DPRD Sumbar adalah tokoh keterbukaan publik. SK di sini juga janggal. Di SK tidak ada batas waktu, misalnya disetop sementara, atau sampai diaktifkan kembali periode berikutnya. Misalnya, kalau ada kesalahan bisa diperbaiki. Ini tidak ada!” Kata Adrian.
Dia juga menyayangkan, ‘bola panas’ seolah dilempar ke Ketua DPRD Sumbar. Alasan tidak ada hasil finalisasi seleksi anggota komisioner KI Sumbar di DPRD tidak bisa dijadikan alasan bagi Pemprov untuk menyetop perpanjangan masa jabatan anggota KI Sumbar.
“Yg kami ingin pertegas, jika memang membuat SK, ada limitasi, batasnya. Di SK tidak ada sama sekali. Apakah KI Sumbar di-banned, atau bagaimana!” ujarnya.
Menurut Adrian, yang sudah sangat berpengalaman dua periode sebagai komisioner, jika tak ada KI di suatu daerah, sengketa informasi yang ada di daerah tersebut akan diurus oleh KI Pusat atau KI provinsi terdekat.
Kemudian, Penasihat PJKIP Sumbar, wartawan senior yang juga Ketua FWP Sumbar, Novrianto, memberi penekanan, masalah inti dari SK Gubernur yang seolah ‘membekukan KI Sumbar” itu adalah tidak adanya batas waktu tertera di dalam SK, sampai kapan diberlakukan pemberhentian tersebut.
“Apapun yang diusulkan DPRD Sumbar pun jadi tak ada artinya. Keluarnya SK ini, kita anggap jebakan terhadap Gubernur dan Ketua DPRD. Komisi 1 hanya perpanjangan. Yang memutuskan tetap Ketua. Yang tanda tangan tetap Ketua,” tukasnya.